Perkembangan
Psikososial Selama Tiga Tahun Pertama
A. Dasar Perkembangan Psikososial
Walupun bayi
melewati pola perkembangan yang lazim, tiap bayi, sejak awal, menunjukkan
kepribadian yang berbeda satu sama lain, mencakup campuran yang relatif
konsisten antara emosi, tempramen, tingkah laku menjadikan setiap individu
unik. Karateristik ini, bagaimana tiap perasaan, pikiran, dan tingkah laku,
memengaruhi cara anak merespons terhadap yang lain dan beradaptasi terhadap
dunia. Perkembangan kepribadian berkaitan erat dengan hubungan sosial dan
kombinasi inilah yang dimaksud dengan Perkembangan Psikososial.
1.
Emosi
Emosi, seperti kesedihan, sukacita, dan
rasa takut, adalah reaksi
subjektif terhadap pengalaman yang diasosiasikan
dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku. Rasa takut,
misalnya, disertai dengan detak
jantung lebih cepat dan
sering kali, tindakan melindungi diri. Satu
anak dapat mudah
marah, yang lain tidak.
Emosi merupakan bagian dari aspek afektif yang memiliki pengaruh besar terhadap
kepribadian dan perilaku seseorang. Emosi bersifat fluktuatif dan dinamis,
artinya perubahan emosi sangat tergantung pada kemampuan seseorang dalam
mengendalikan diri.
Budaya mempengaruhi cara
orang merasakan suatu
situasi dan
cara mereka menunjukkan emosi
mereka. Sebagai contoh,
beberapa budaya Asia, yang menekankan harmoni
sosial, tidak mendukung ekspresi rasa marah. Namun,
hal yang sebaliknya berlaku pada
budaya Amerika, yang menekankan ekspresi
diri, pernyataan diri,
dan harga diri.
Perkembangan emosional merupakan proses
yang terjadi secara bertahap
: emosi yang
rumit merupakan hasil dari yang sederhana.
Karakteristik pola reaksi emosional seseorang mulai berkembang
selama masa bayi dan
merupakan elemen dasar
dari kepribadian. Namun, ketika
anak tumbuh dewasa,
beberapa tanggapan emosional dapat
berubah. Seorang bayi
yang pada usia
3 bulan, tersenyum pada
wajah orang
asing, mungkin
pada 8 bulan, menunjukkan kekhawatiran, kecemasan akan
orang asing.
Emosi
terkait erat dengan berbagai aspek
perkembangan. Misalnya, bayi yang baru lahir yang
terlalaikan secara emosional, tidak dipeluk, dibelai atau
diajak berbicara, mungkin menunjukkan kegagalan organik untuk berkembang, yaitu
kegagalan untuk tumbuh dan bertambah berat badan. Emosi seperti
kemarahan dan ketakutan, dan
terutama rasa malu, rasa bersalah,
dan empati, dapat memotivasi perilaku moral.
Tanda-tanda
Awal Emosi
Bayi yang baru lahir
akan menunjukkan ekspresi
ketika mereka tidak bahagia. Mereka menangis dengan kencang, menggerak-gerakkan tangan dan kaki,
dan mengakukan tubuh. Sangat sulit untuk mengetahui
kapan mereka sedang senang. Pada bulan
pertama, mereka menjadi tenang
ketika mendengar suara seseorang atau ketika digendong, dan mereka tersenyum ketika tangan mereka digerakkan
bersama untuk bermain puk-ame-ame. Seiring dengan berjalannya
waktu, bayi lebih merespon
terhadap orang-orang di sekitarnya.
Sinyal-sinyal
awal atau tanda-tanda perasaan bayi ini merupakan indikator perkembangan yang
penting. Ketika bayi menginginkan atau membutuhkan sesuatu, mereka menangis; ketika mereka tidak sendirian
, mereka tersenyum atau tertawa.
Rasa penuh kendali mereka terhadap dunia
pun tumbuh, ketika mereka sadar bahwa tangis mereka membawa bantuan dan kenyamanan. Mereka menjadi
lebih mampu untuk berpartisipasi
aktif dalam mengatur keadaan tergugah dan kehidupan emosional
mereka.
·
Menangis
Menangis
adalah cara yang paling ampuh, dan kadang-kadang satu-satunya cara bayi untuk dapat mengkomunikasikan
kebutuhan mereka. Beberapa
penelitian telah membedakan empat
pola menangis: tangisan
lapar (tangisan yang beritme, yang tidak selalu berhubungan dengan rasa lapar); tangisan marah (variasi tangisan beritme, di mana banyak udara dipaksakan
melewati pita
suara); tangisan
sakit (tangisan tiba-tiba tanpa
didahului rintihan, kadang-kadang diikuti
dengan menahan napas), dan tangis
frustrasi (dua atau tiga
tangis, tanpa menahan napas
panjang).
·
Tersenyum dan
Tertawa
Senyum
kecil paling dini terjadi secara spontan
segera setelah lahir, yang ternyata
adalah hasil dari aktivitas sistem saraf subkortikal. Senyuman
involuntari ini sering muncul pada periode tidur REM. Senyum
ini berkurang pada usia tiga bulan pertama.
Senyum
sadar paling dini dapat ditimbulkan oleh sensasi halus, seperti menggoyangkan
dan meniup kulit bayi. Pada minggu kedua,
bayi mungkin tersenyum mengantuk setelah diberi makan. Pada minggu ketiga, sebagian
besar bayi mulai tersenyum ketika
mereka terjaga dan memperhatikan anggukan kepala pengasuh dan suara pengasuh. Pada sekitar 1 bulan, senyum
umumnya menjadi lebih sering dan lebih sosial. Selama bulan
kedua, seiring berkembangnya pengenalan visual, bayi lebih sering tersenyum pada rangsangan visual, seperti wajah mereka kenal.
Pada sekitar
bulan keempat, bayi tertawa keras ketika dicium
di perut atau digelitik. Pada sekitar bulan keenam, mereka mungkin terkekeh merespons ibunya yang
mengeluarkan suara aneh atau muncul dengan handuk mengerudungi wajahnya.
Pada sekitar bulan kesepuluh, mereka tertawa
mungkin mencoba untuk menempatkan
handuk kembali di wajahnya ketika jatuh. Perubahan
ini mencerminkan perkembangan
kognitif: dengan tertawa tiba-tiba,
bayi menunjukkan bahwa mereka tahu apa yang mereka harapkan. Tertawa juga membantu bayi
melepas ketegangan, seperti rasa takut
terhadap objek yang mengancam.
Jenis-Jenis Emosi Anak
Usia Tiga Tahun Pertama
Secara
umum, ada dua jenis emosi anak usia tiga tahun pertama yakni :
1)
Emosi Negatif
Emosi negatif adalah suatu ungkapan
perasaan-perasaan yang cenderung ditandai dengan kondisi yang tidak nyaman dan
tidak sesuai dengan keinginan atau harapan diri sendiri yang disebabkan oleh
keadaan lingkungan eksternal. Yang termasuk dalam kelompok emosi negatif antara
lain : jengkel, takut, marah, curiga, kuatir, dan sebagainya. Bila anak
merasakan emosi ini maka ia segera menangis.
2)
Emosi Positif
Emosi positif adalah suatu kondisi perasaan yang
membuat anak menjadi gembira, bahagia, semangat dan percaya diri untuk
melakukan sesuatu. Anak yang mengalami perasaan senang ditandai dengan muka
tersenyum atau tertawa.
Ketika
Apakah Emosi Muncul?
Mengidentifikasi
emosi bayi sangat
menantang karena bayi tidak dapat
memberitahu kita apa yang mereka rasakan. Carroll Izard dan koleganya
memvideokan ekspresi wajah bayi dan
menginterpretasinya sebagai
menunjukkan rasa senang, sedih, tertarik, dan takut,
serta marah, terkejut, dan jijik. Tentu
saja, kita tidak tahu bahwa
bayi ini memang merasakan emosi ini, tapi
ekspresi wajah mereka begitu mirip dengan ekspresi orang dewasa ketika mengalami emosi tersebut.
Ekspresi wajah
bukan satu-satunya rujukan atas emosi
bayi, juga bukan yang terbaik: aktivitas motorik, bahasa
tubuh, dan perubahan fisiologis
juga merupakan indikator
penting. Indikator- indikator yang berbeda dapat menunjukkan kesimpulan yang berbeda
tentang waktu munculnya emosi spesifik.
Emosi
Dasar
Menurut
salah satu model perkembangan
emosional, segera setelah lahir
, bayi menunjukkan tanda-tanda kepuasan,
tertarik, dan distres. Tanda-tanda ini merupakan respons campuran, bersifat refleks, dan
kebanyakan merupakan respons psikologis terhadap rangsangan sensori atau proses
internal. Selama enam bulan ke depan atau lebih, kondisi emosional dini ini berubah menjadi emosi sebenarnya: senang, kaget,
sedih, jijik, serta marah dan takut.
Seperti yang akan kita bahas dalam
bagian berikutnya, kemunculan emosi dasar, atau primer,
ini berkaitan dengan "jam"
biologis pematangan neurologis.
Emosi-Emosi Yang Melibatkan Diri
Emosi-Emosi Yang Melibatkan Diri
Emosi kesadaran diri
(self-conscious emotions), seperti
malu, empati, dan
iri, muncul hanya ketika bayi telah mengembangkan mawas diri: pemahaman kognitif
bahwa mereka memiliki identitas yang dapat dikenali, terpisah, dan berbeda dari dunia di luar pikiran mereka.
Kesadaran terhadap diri tampaknya
muncul antara 15 dan 24 bulan, ketika,
menurut Piaget, bayi sudah dapat membuat representasi mental
tentang dirinya sendiri juga tentang
orang dan objek lain. Mawas diri
dibutuhkan sebelum anak dapat menyadari
bahwa ia menjadi fokus perhatian.
Pada usia 3 tahun, ketika telah memiliki mawas diri dan
sekumpulan pengetahuan tentang standar, aturan, dan tujuan yang diterima oleh
masyarakat mereka, anak dapat mengevaluasi pikiran. Baru pada saat itu mereka
dapat mendemonstrasikan emosi evaluasi diri (self-evaluative emotions).
Rasa bersalah
dan malu adalah emosi
yang berbeda, meskipun keduanya mungkin merupakan respons terhadap tingkah
laku yang salah. Anak-anak yang gagal
memenuhi standar perilaku mungkin merasa bersalah (yaitu, menyesali perilaku
mereka), tetapi mereka belum
tentu merasa kurang pantas
diri, seperti ketika mereka merasa malu. Fokus
mereka adalah pada tindakan
yang buruk, bukan diri yang buruk.
Empati:
Merasakan Apa Yang Orang Lain
Rasakan
Empati
adalah kemampuan untuk "menempatkan
diri sendiri di posisi orang lain"
dan merasakan yang dirasakan orang
tersebut, atau diharapkan
merasakan, dalam situasi tertentu. Seperti perasaan bersalah, empati berkembang seiring dengan berjalannya usia.
Makin anak mampu membedakan keadaan mentalnya dengan orang lain, mereka mampu
merespon distres anak lain seperti distres mereka sendiri. Empati
berbeda dengan simpati, yang hanya melibatkan kesedihan
atau kepedulian terhadap penderitaan
orang lain. Baik empati
dan simpati dapat menimbulkan tingkah laku sosial, seperti memberi kembali mainan.
Empati
bergantung pada kognisi sosial, kemampuan kognitif untuk
memahami bahwa orang lain memiliki keadaan mental serta memperkirakan perasaan dan niat mereka. Piaget percaya bahwa egosentrisme
(ketidakmampuan melihat sudut pandang
orang lain) menunda perkembangan
kemampuan ini sampai tahap operasional konkret. Penelitian lain menunjukkan bahwa kognisi sosial dimulai sangat dini sehingga mungkin merupakan
"potensi bawaan, seperti kemampuan untuk belajar bahasa".
Pertumbuhan
Otak dan Perkembangan Emosional
Perkembangan
otak setelah kelahiran sangat berhubungan dengan perubahan dalam
kehidupan emosional. Ini adalah proses dua arah: pengalaman emosional tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan otak,
tetapi juga dapat memiliki efek jangka
panjang pada struktur otak.
Seorang bayi yang baru lahir hanya memiliki sedikit rasa kesadaran dan sangat mudah terstimulasi dengan suara, cahaya, dan sumber rangsangan sensorik lainnya.
Seorang bayi yang baru lahir hanya memiliki sedikit rasa kesadaran dan sangat mudah terstimulasi dengan suara, cahaya, dan sumber rangsangan sensorik lainnya.
Sepertinya terdapat empat
peralihan dalam organisasi otak, yang kurang lebih berhubungan dengan
perubahan dalam pengolahan emosi. Selama tiga
bulan pertama, diferensiasi terhadap
emosi dasar dimulai begitu korteks serebrum mulai berfungsi,
membuat persepsi kognitif
berfungsi. Tidur REM dan perilaku refleksif, termasuk senyum spontan
neonatal, berkurang.
Peralihan
kedua terjadi sekitar 9 atau 10 bulan, ketika lobus
frontal mulai berinteraksi
dengan sistem limbik, yang merupakan tempat asal reaksi emosional. Pada saat yang
sama, struktur limbik seperti hippokampus membesar
dan jadi seperti orang dewasa. Koneksi
antara korteks frontal
dan sistem hipotalamus dan
limbik, yang memproses informasi sensorik, dapat memfasilitasi
hubungan antara lingkungan kognitif dan emosional. Seorang bayi usia ini dapat
menjadi marah ketika bola gulungan bawah sofa dan
bisa tersenyum atau tertawa ketika itu akan diambil. Takut orang asing sering
berkembang pada saat ini.
Peralihan ketiga berlangsung selama tahun kedua, ketika bayi mengembangkan mawas diri, emosi kesadran diri , serta kapasitas lebih besar untuk mengatur emosi mereka sendiri dan kegiatan mereka sendiri. Perubahan ini bersamaan dengan mobilitas fisik yang lebih besar dan tingkah laku mengeksplor, mungkin berhubungan dengan mielinasi pada lobus frontal.
Peralihan ketiga berlangsung selama tahun kedua, ketika bayi mengembangkan mawas diri, emosi kesadran diri , serta kapasitas lebih besar untuk mengatur emosi mereka sendiri dan kegiatan mereka sendiri. Perubahan ini bersamaan dengan mobilitas fisik yang lebih besar dan tingkah laku mengeksplor, mungkin berhubungan dengan mielinasi pada lobus frontal.
Peralihan keempat terjadi pada usia 3 tahun, ketika
perubahan hormonal pada sistem saraf otonomik muncul bersamaan dengan emosi
evaluatif. Proses mendasari perkembangan emosi-emosi seperti rasa malu ini
mungkin menandakan bahwa tinggal satu peralihan lagi hingga proses kognitif
anak didominasi oleh sistem simpatetis,yang merupakan bagian dari sistem
otomatis yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak.
2. Temperamen
Temperamen dideskripsikan sebagai bagaimana
seseorang bertingkah laku. Namun, para peneliti memandang temperamen secara
lebih luas, dimana mereka menganggap bahwa temperamen juga berkaitan dengan
bagaimana mereka mengatur fungsi mental, emosional, dan perilaku mereka
sendiri.
Temperamen memiliki dimensi emosional, tapi berbeda
dengan dengan emosi seperti rasa takut, tertarik, dan bosan yang mungkin datang
dan pergi, temperamen relatif konsisten dan menetap. Perbedaan individual dalam
temperamen diduga berasal dari bangunan biologis dasar seseorang, membentuk
inti dari perkembangan kepribadian.
Pola Temperamental
Para
ahli psikologi perkembangan membedakan tiga jenis anak berdasarkan suatu
penelitian pelopor tentang temperamen. Para peneliti memantau sebanyak 133 bayi
hingga masa dewasa dan mengamati berbagai komponen karakteristik yang
berbeda-beda. Hampir dua pertiga anak masuk dalam satu dari tiga kategori, yang terbagi atas :
1.
Anak “Mudah” ( “Easy” Children)
Anak mudah ialah anak yang ditandai dengan
karakteristik atau sifat-sifat yang mudah untuk diajak kerjasama dengan
lingkungan sosial. Ia memlilki pemikiran, sikap, dan perilaku yang positif
terhadap orang lain. Ia mudah untuk melakukan aktivitas yang rutin dan menerima
berbagai pengalaman yang baru. Peneliti menemukan bahwa sebanyak 40% anak-anak
tergolong mudah.
2.
Anak
“Sulit” ( “Difficult” Children)
Anak sulit ialah anak yang cenderung memiliki
karakteristik atau sifat-sifat yang negatif, sehingga merasa sulit untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sosialnya. Ia lebih mudah
terganggu, lebih sulit disenangkan, ekspresi emosionalnya cukup kuat. Peneliti
menemukan bahwa sebanyak 10% anak-anak tergolong sulit.
3.
Anak
“Lambat dipancing” (“Slow-to-warm up”)
Anak lambat dipancing adalah sebesar 15% yaitu anak
yang tenang tapi sulit beradaptasi terhadap orang dan situasi baru. Ia
cenderung tidak stabil kondisi emosinya dalam merespon stimulus dari lingkungan
hidupnya, sehingga kadang-kadang ia merasa mudah, tetapi kadang merasa sulit
menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan sosial.
Tiga
puluh lima persen sebagai sisanya tidak masuk dengan pas dalam ketiga kelompok
ini. Seorang bayi mungkin makan dan tidur teratur, tapi takut pada orang asing,
atau anak mungkin lambat untuk menerima makanan baru tetapi cepat beradaptasi
pada pengasuh baru. Semua variasi ini adalah normal adanya.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Temperamen
Secara
umum, temperamen sangat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
1)
Faktor
Herediter
Faktor herediter ialah kondisi temperamen yang telah
dibawa sejak kelahiran anak yang bersangkutan dan ini bersifat stabil dan
menetap. Gunnar (dalam Rothbart & Ebar, 1998) menyebutkan lima alasan bahwa
faktor biologis-genetis berpengaruh besar terhadap pembentukan dan perkembangan
temperamen yaitu (1) temperamen dipengaruhi oleh sistem syaraf pusat, (2)
aktivitas perilaku, emosi diatur oleh sistem saraf, (3) proses emosi maupun
temperamen terjadi pada setiap makhluk hidup seperti manusia dan mamalia, (4)
gugahan dan pengaturan diri berhubungan erat dengan sistem kerja fisiologis.
2)
Faktor
Lingkungan
Faktor lingkungan ialah sejauhmana lingkungan amat
mempengaruhi kondisi temperamen individu, misalnya: perlakuan/ pemeliharaan
anak dari orangtua. Banyak anak ketika lahir mengekspresikan perilaku menangis
selama 3 bulan pertama, karena hubungan orang tua tak harmonis. Tetapi hal itu
akan berubah, setelah hubungan orang tua menjadi harmonis.
Pengukuran Temperamen
Orangtua menilai bayi mereka berdasarkan kejadian
dan tingkah laku konkret. Walaupun penilaian orang tua merupakan yang paling
lazim digunakan untuk mengukur temperamen anak, reliabilitasnya dipertanyakan.
Penelitian-penelitian pada anak kembar menunjukkan bahwa orang tua cenderung
menilai temperamen anak dengan melakukan perbandingan terhadap anak lain dalam
keluarganya. Contoh, melabel satu anak tidak aktif dan berbeda dengan saudara
kandung yang lebih aktif.
Orangtua melihat anak mereka dalam berbagai situasi
sehari-hari sementara pengamat laboratorium hanya mengamati bagaimana anak
memberikan reaksi terhadap situasi tertentu yang terstandardisasi. Dan
kombinasi diantara keduanya lebih memungkinkan untuk memperoleh hasil yang
lebih akurat tentang temperamen anak.
Temperamen dan
Penyesuaian Diri : “Goodness of Fit”
Menurut NYLS, kunci penyesuaian diri yang sehat
adalah goodness of fit, yaitu kecocokan antara temperamen anak dengan tuntutan
lingkungan dan hambatan yang harus dihadapi oleh anak. Bila seorang anak yang
sangat aktif dituntut untuk diam sangat lama maka masalah dapat muncul.
Bila orangtua menyadari bahwa anak bertingkah laku
dengan cara tertentu, bukan karena keinginan, kemalasan, atau kebodohan, tapi
karena temperamen bawaan, mereka mungkin lebih tidak merasa bersalah, cemas,
atau agresif, atau menjadi tidak sabaran. Mereka dapat mengantisipasi reaksi
anak dan membantu anak beradaptasi. Contohnya dengan memberikan peringatan
lebih awal untuk menghentikan aktivitas dan secara bertahap memperkenalkan anak
kepada situasi baru.
Rasa Malu dan Berani :
Pengaruh Biologi dan Budaya
Jerome Kagan dan koleganya meneliti aspek temperamen
yang disebut hambatan terhadap hal yang tidak familiar atau rasa malu yang
berkaitan dengan seberapa mudahkah bergaulnya seorang anak terhadap anak lain
serta seberapa berani mendekati objek yang tidak familiar.
Bayi berusia 4 bulan lebih reaktif yaitu lebih
menunjukkan aktivitas motorik dan kemungkinan menunjukkan pola hambatan pada
usia 14 dan 21 bulan. Bayi yang sangat terhambat tampaknya mempertahankan pola
ini hingga masa remaja.
Anak laki-laki yang cenderung takut dan malu mungkin
tetap demikian hingga usia 3 tahun, bila orang tua mereka menerima reaksi anak
mereka tersebut. Bila orangtua menyemangati putra mereka untuk berpetualang,
kecenderungan hambatan mereka berkurang.
Budaya mungkin memengaruhi cara orangtua menghadapi
anak. Di Kanada, anak yang pemalu dan terhambat cenderung dianggap tidak
kompeten. Sementara di Cina, dapat diterima secara sosial. Pada sebuah
penelitian, lintas budaya terhadap anak Cina dan Kanada yang berusia 2 tahun,
ibu Kanada dari anak yang mengalami hambatan cenderung sering menghukum dan
terlalu melindungi, sementara ibu Cina cenderung hangat dan menerima.
Namun
demikian, karena ini merupakan penelitian korelasional, kita tidak tahu apakah
temperamen anak merupakan konsekuensi atau sebab dari perlakuan ibu.
3. Pengalaman Sosial Awal
Praktik perawatan dan pengasuhan bayi diseluruh dunia itu
berbeda-beda, tergantung pandangan budaya terhadap alam dan kebutuhan bayi.
Setelah bayi lahir maka bayi sudah mulai bersosialisasi terhadap lingkungan
sekitarnya, khususnya dengan kedua orangtuanya. Bagi orang tua yang bekerja
ataupun single parent maka sibayi di rawat oleh orang lain seperti keluarga
atau pengasuh bayi dengan waktu tertentu dan terkadang pengasuh bayi lebih dari
satu orang, sehingga membuat bayi bisa bersosialisasi .
Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul
dengan orang-orang dilingkungannya. Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain
banyak ditentukan oleh keluarga. Pada masa ini pola interaksi bayi
berbasis budaya dan berhati-hati dalam pikiran yang dipengaruhi oleh peran ibu
dan ayah, bagaimana mereka merawat bayi mereka, bagaimana mereka membentuk
kepribadian antara bayi laki-laki dan perempuan.Semakin
bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti
mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh
interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati
yang dimiliki oleh manusia.
PERAN
IBU
Ibu merupakan sekolah-sekolah paling
utama dalam pembentukan kepribadian anak, serta saran, untuk memenuhi mereka
dengan berbagai sifat mulia. Ibu bertanggungjawab menyusun wilayah-wilayah
mental serta sosial dalam pencapaian kesempurnaan serta pertumbuhan anak yang
benar. ibu akan memberikan jenis stimulasi yang sama dan
kesempatan untuk perkembangan positif sebagai ibu hidup. Atimulasi
tersebut menunjukkan bahwa makan bukanlah satu-satunya, atau
bahkan yang paling penting, hal yang didaptkan bayi dari ibu mereka. ibu meliputi kenyamanan kontak tubuh dekat,
kepuasan jika kebutuhan bawaan untuk melekat bayi juga memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, jika
mereka tumbuh secara normal.
PERAN AYAH
Ayah pada dasarnya adalah sebuah konstruksi sosial,
memiliki arti yang berbeda dalam budaya yang berbeda. peran dapat diambil atau dibagi oleh orang lain selain ayah biologis.
Di dunia terdapat berbagai jenis type ayah dalam merawat atau bermain dengan
bayinya. Ayah biologis lebih terlibat pada anak-anak mereka dalam bidang
ekonomi, emosional dan waktu yang dihabiskan. Ayah tradisional bertanggung
jawab terhadap ekonomi dan kedisplinan dan ibu untuk memelihara. Ayah harus
menjadi seseorang yang tegas dan menyendiri, dan menghormati anak-anak mereka. laki-laki hampir tidak pernah memegang bayi. ayah berinteraksi
lebih banyak dengan balita tetapi melakukan tugas penitipan
anak hanya jika ibu tidak ada. Di
daerah pusat afrika ayah adalah sebagai nurturant dan emosional
mendukung sebagai ibu. pada kenyataannya ayah
Aka memberikan perawatan bayi lebih langsung daripada ayah dalam
masyarakat lain yang dikenal dalam keluarga Aka. Suami dan istri sering bekerja sama dalam tugas subsintence dan
kegiatan lainnya. dengan demikian, keterlibatan ayah dalam perawatan
anak-anaknya dan merupakan bagian dalam paket
peran secara keseluruhan dalam keluarga.
Ayah di seluruh dunia berbeda dalam cara mereka bermain dengan bayi mereka. gaya
yang sangat psysical dari pucat, karakteristik
banyak ayah di Amerika Serikat, tidak khas ayah dalam
semua budaya. ayah Swedia dan Jerman biasanya
tidak bermain dengan bayi mereka dengan cara ini. ayah alias Afrika dan
orang-orang di new delhi, india juga cenderung untuk
bermain lembut dengan anak-anak
kecil. seperti variasi lintas budaya menunjukkan bahwa bermain kasar bukan merupakan fungsi biologi laki-laki, tetapi
secara kultural dipengaruhi.
BAGAIMANA
ORANG TUA MEMBENTUK PERBEDAAN GENDER ?
Menjadi laki-laki atau perempuan mempengaruhi bagaimana
orang melihat, bagaimana mereka menggerakkan tubuh mereka, dan bagaimana mereka
bekerja, bermain dan berpakaian. dalam pengaruh apa yang mereka pikirkan
tentang diri mereka sendiri dan apa yang lainnya berpikir mereka. semua
karakteristik-dan lebih-yang termasuk dalam jenis kelamin kata: apa artinya menjadi
laki-laki atau perempuan. Perbedaan terukur antara bayi laki-laki dan bayi
perempuan sedikit, setidaknya dalam diri kita sampel. Anak laki-laki sedikit
lebih lama dan lebih berat dan mungkin sedikit lebih kuat, tetapi seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, mereka secara fisik lebih vurnerable dari konsepsi on.
Gadis kurang reaktif terhadap stres dan lebih mungkin untuk bertahan hidup
bayi. Kedua
jenis kelamin sama-sama sensitive menyentuh snd cenderung teethr, duduk, dan
berjalan di abiut usia yang sama. mereka juga mencapai tonggak motor
lain dari bayi pada sekitar waktu yang sama.
Namun, orang tua
cenderung berpikir bayi laki-laki dan anak perempuan lebih berbeda dari mereka
sebenarnya. dalam studi bayi yang baru mulai merangkak, ibu secara konsisten
punya harapan yang tinggi untuk mensukses anak-anak mereka dalam merangkak
daripada anak perempuan mereka. Namun, saat diuji, bayi
perempuan anak laki-laki menunjukkan tingkat kinerja yang sama.
Salah
satu perbedaan perilaku antara laki-laki dan awal gadis, muncul antara 1 dan 3
tahun, berada dalam preferensi untuk mainan dan kegiatan bermain dan untuk
teman bermain dari jenis kelamin yang sama. Antara usia 2 dan 3 anak laki-laki
dan perempuan cenderung mengatakan banyak kata yang berkaitan dengan seks
sendiri dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
Orangtua
membentuk anak laki-laki dan kepribadian perempuan tampaknya mulai sangat awal.
ayah, terutama mempromosikan pembentukan gender, proses dimana anak-anak belajar perilaku yang budaya
mereka menganggap sesuai untuk setiap jenis kelamin. ayah memperlakukan anak
laki-laki dan perempuan lebih berbeda dari ibu lakukan, bahkan selama tahun
pertama. selama tahun kedua, ayah berbicara lebih banyak dan menghabiskan lebih
mendukung, untuk anak perempuan daripada anak laki-laki, dan anak perempuan
pada usia ini cenderung lebih banyak bicara daripada anak laki-laki. ayah dari
balita bermain lebih kasar dengan anak-anak dan menunjukkan kepekaan lebih untuk anak perempuan.
B. ISU PERKEMBANGAN
PADA MASA BAYI
Bagaimana bayi baru lahir bergantung, dengan repertoar emosi yang
terbatas dan menekan kebutuhan
fisik, menjadi seorang anak
dengan perasaan yang kompleks dan kemampuan untuk
memahami dan mengendalikan mereka. Banyak perkembangan ini berputar di sekitar isu-isu mengenai hubungan dengan
pengasuh.
1. Mengembangkan Kepercayaan
Untuk jangka waktu jauh lebih lama daripada mamalia
yang muda lainnya, bayi manusia pada
umumnya meminta untuk
makanan, untuk
perlindungan dan untuk hidup
mereka. bagaimana mereka datang
untuk percaya bahwa kebutuhan mereka akan dipenuhi?
Menurut Erikson, pengalaman awal adalah kunci yang pertama dari delapan tahapan Erikson dalam
perkembangan psikososial merupakan
kepercayaan dasar vs ketidakpercayaan dasar. Ini tahapan dimulai pada
masa bayi dan berlanjut sampai
sekitar 18 bulan. di bulan-bulan awal,
bayi mengembangkan rasa kehandalan dari orang-orang
dan benda-benda di dunia mereka.
mereka perlu mengembangkan keseimbangan antara kepercayaan (yang memungkinkan mereka membentuk hubungan intim) dan ketidakpercayaan (yang memungkinkan
mereka untuk melindungi diri
mereka). jika
kepercayaan mendominasi, sebagaimana
mestinya, anak mengembangkan
"kebajikan" harapan: keyakinan bahwa mereka dapat
memenuhi kebutuhan mereka dan mendapatkan keinginan mereka, jika ketidakpercayaan mendominasi, anak-anak akan melihat dunia sebagai tidak bersahabat yang tidak terduga dan akan
memiliki hubungan troubel pembentuk.
Elemen penting dalam mengembangkan kepercayaan sensitif,
pengasuhan responsif, konsisten. Erikson melihat situasi makan sebagai
pengaturan untuk menetapkan hak campuran kepercayaan dan ketidakpercayaan. bisa
jumlah bayi diberi makan pada saat lapar, dan dapat bayi karena percaya ibu sebagai
wakilnya di dunia? kepercayaan bayi untuk membiarkan ibu keluar dari pandangan
"karena ia telah menjadi kepastian batin serta prediktabilitas luar".
ini kepercayaan batin, di cathy Bateson, mungkin telah membentuk landasan yang
kokoh bagi masa depan lebih sulit.
2.
Mengembangkan Kelekatan
Kelekatan (attachment) adalah ikatan emosional menetap yang kuat, bertimbal balik antara bayi dan pengasuh (orang tua),
dan berperan penting dalam kualitas hubungan tersebut.Kelekatan tersebut dapatdikembangkan oleh bayi melalui interaksinya terhadap pengasuh dan sebaliknya.
Pola
Kelekatan
Kelekatan pertama sekali dikemukakan oleh John Bowlby pada tahun 1951 dan kemudian dijelaskan lagi oleh mahasiswa Bowlbyyaitu Mary Ainsworth. Bowlby yakin terhadap pentingnya kelekatan antara bayidan orang tua terutama ibu dan menghindari perpisahan antara ibu-bayi tanpa memberikan pengasuh pengganti yang tepat.
Hal yang meyakinkan Bowlby akan hal tersebut dikarenakan hasil dari penelitian terhadap hewan dan pengamatan terhadap anak-anak dengan gangguan di klinik psikoanalisa di London.
Bowlby mengatakan bahwa dalam interaksinya, anak mengembangkan kesadaran berdasarkan dua sikap yang penting. Sikap yang pertama adalah evaluasi mengenai diri sendiri (self esteem),
dan sikap
yang kedua adalah sikap mengenai kepercayaan dan harapan terhadap orang lain
(interpersonal trust). Sedangkan Ainsworth mengembangkan teknik situasi asing(strange situation) yaitu teknik situasi terkontrol yang
dilakukan untuk mengetahui pola kelekatan antara bayidengan orang dewasa dan ibu dari bayi tersebut. Dari hasil situasi asing (strange situation) tersebut, Ainsworth
dan rekannya menemukan tiga pola kelekatan yang bersifat
universal, yaitu:kelekatan aman (secure attachment), kelekatan menghindar (avoidant attachment), dan kelekatan ambivalen-resistan (ambivalen-resistant attachment). Ada
penelitian lain (Main & Solomon, 1986) yang menemukan pola kelekatan baru, yaitu kelekatan tidak teratur-tidakterarah (disorganized-disoriented attachment).
a)
Pola Kelekatan Aman (secure attachment)
Pola dimana anak menangis atau protes ketika ibu meninggalkannya dan menyambut dengan gembira ketika ibu dating kembali.Anak tersebut menanggap orang tua
(pengasuhnya) merupakan secure base, dimana anak akan merasa nyaman.
b)
Pola Kelekatan Menghindar (avoidance attachment)
Pola dimana anak memiliki sedikit interaksi dengan pengasuhnya. Anak cenderung tidak menangis ketika ibu meninggalkannya tetapi menghindar ketika ibu kembali. Anak dengan pola ini cenderung tidak menghampiri ibunya ketika membutuhkan sesuatu.
Anakmengungkapkan rasa tidakaman yang dirasakannyadengancaramenghindar.
c)
Pola Kelekatan Ambivalen-Resistan
Pola dimana anak menjadi gelisah sebelum ibu pergi dan menjadi sangat marah ketika ibu meninggalkannya.
d)
Pola Kelekatan tidak teratur-tidak terarah (disorganized-disoriented attachment)
Pola bayi dengan pola ini tampak tidak memiliki strategi yang
terorganisasi untuk menghadapi stress pada strange
situation. Bayi menunjukkan tidak teratur-tidak terarahnya dengan mencari kedekatan dengan orang lain bukan dengan ibunya dan mereka terkadang tampak bingung dan takut.
Bagaimana Kelekatan Terjalin?
Ainsworth dan Bowlby memberikan usul bahwa bayi membangun suatu “model kerja (working model)” tentang apa yang diharapkannya dari ibu. Perasaan aman bayi dapat berubah jika ibu memberikan respon lain atau pun tingkah laku ibu yang berbeda dari biasanya.Model kerja pada kelekatan ini berhubungan dengan konsep basic-trust
Erikson. Kelekatan aman mencerminkan rasa
percaya sedangkan kelekatan tak aman menunjukkan rasa
tidak percaya.
Berbagai Metode Baru untuk Penelitian Kelekatan
Beberapa peneliti mencari metode baru untuk penelitian kelekatan dikarenakan adanya peneliti yang
mempertanyakan validitas dari metode strange
situation. Karena metode tersebut dianggap sangatlah aneh, ibu diminta untuk tidak memulai interaksi dan berulang kali
meninggalkan bayi bersama orang asing dan mengharapkan bayi memperhatikan mereka. Alasan lain juga dikarenakan strange situation adalah teknik yang tidak valid
terhadap berbagai budaya, seperti budaya nonbarat. Para peneliti mulai mencari metode dimana metode strange
situation dapat dilengkapi dengan metode yang lebih bersifat alamiahdan universal.
Waters
dan Deane mengemukakan metode
yang dinamakan Attachment Q-set (AQS)
yang meminta ibu atau pengasuh dirumah untuk mengamati anak dan mengurutkan sekelompok
kata-kata deskriptif yang paling menggambarkandan paling tidak menggambarkan perilaku bayi tersebut dan membandingkannya dengan anak yang memiliki
prototype kelekatan aman
(secure attachment). Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa kecenderungan menggunakan ibu sebagai dasar dari rasa aman bersifat universal,
walaupun bentuknya bervariasi. Namun, AQS hanya mengukur derajat kelekatan rasa aman,
maka peneliti lebih baik jika melengkapinya dengan metode strange
situation untuk mengetahui apakah ada bentuk kelekatan tidak aman atau kelekatan tidak teratur pada anak tersebut.
Peran Temperamen
Berdasarkan penelitian pada bayi berusia 6 hingga 12
bulan, baik sensitivitas ibu maupun temperamen bayi mempengaruhi kelekatan. Dengan demikian, bayi yang
lekas marah memiliki kecenderungan untuk dapat menghambat perkembangan kelekatan aman, tetapi tidak terjadi jika ibu dapat mengatasi secara baik temperamen dari bayi tersebut.
Kecemasan
Orang Asing dan Kecemasan Perpisahan
Kecemasan perpisahan (separation anxiety) adalah kesedihkan yang
ditunjukkan oleh seseorang saat pengasuhnya pergi. Sedangkan kecemasan orang asing adalah kecemasan terhadap orang dan tempat asing yang ditunjukkan oleh beberapa bayi semasa paruh akhir tahun pertama.Tangisan bayi ketika orang tua meninggalkannya maupun ketika orang asing mendekatinya lebih menunjukkan temperamen dari bayi tersebutdaripada menggambarkan pola kelekatannya. Kecemasan perpisahan juga dapat dikarenakan pergantian pola asuh dari pengasuh, maka disarankan bahwa pola pengasuhan haruslah bersifat stabil.
Pengaruh Jangka Panjang Kelekatan
Pada teori kelekatan dikatakan bahwa kelekatan yang aman sepertinya mempengaruhi kompetensi emosional, social, dan kognitif. Semakin dekat kelekatan anak dengan pengasuh maka tampak semakin mudah bagi anak tersebut untuk berinteraksi dan berhubungan baik dengan orang lain.
Seseorang anak
yang mendapatkan rasa aman dan dapat mempercayai pengasuhnya cenderung memiliki rasa percaya diri yang cukup untuk aktif di dunia mereka. Antara usia 3 dan 5 tahun,
mereka juga cenderung memiliki persahabatan yang lebih eratdibandingkan anak dengan kelekatan tidak aman dan keuntungan dari kelekatan aman ini akan terus berlanjut pada anak tersebut.
Transmisi Pola Kelekatan Antar Generasi
Penelliti menggunakan adult
attachment interview (AAI) yang merupakan wawancara
semi-terstruktur yang menanyakan orang dewasa untuk mengingat masa lalu mereka yang berhubungan dengan kelekatan pada masa kanak mereka. Penelitian ini menemukan bahwa orang dewasa akan memprediksi rasa aman
yang mereka lekatkan pada anak mereka sendiri.
Orang dewasa yang mengingat pengalaman masa kecil dengan orang tuanya akan mempengaruhi emosional mereka dalam cara memberikan respon kepada anak mereka sendiri. Seorang ibu yang menjalin kelekatan aman dengan ibunya akan mengerti tingkah laku kelekatan bayinya. Ibu yang
terikat pada masa lalu mereka cenderung menunjukkan rasa marah dan kekasaran dalam interaksidengan anak mereka.Sedangkan ibu yang melupakan ingatan masa lalunya akan cenderung bersifat dingin dan tidak responsive terhadap anaknya.
3.
Komunikasi Emosional dengan Pengasuh: Regulasi Timbal Balik
Bayi memiliki dorongan kuat untuk berinteraksi dengan orang lain.
Interaksi ini memengaruhi rasa aman dari kelekatan bergantung pada kemampuan baik anak dan pengasuh untuk merespon dengan cepat dan secara sensitive
terhadap keadaan
mental dan emosional satu sama lain. Hal ini adalah suatu proses yang disebut sebagai Regulasi timbal balik. Bayi menunjukkan interaksinya dengan cara mengirim sinyal perilaku kepada pengasuh dan melihat respon dari pengasuhnya. Regulasi timbale balik ini mengajarkan bayi untuk membaca tingkah laku seseorang dan menyesuaikan ekspetasinya dengan tingkah lakunya.
Terdapat
proses penelitian yang digunakan untuk mengukur regulasi timbale balik pada bayi usia 2 sampai dengan 9 bulan. Proses
tersebut disebut dengan “still-face”
paradigm. Pada episode ini seorang ibu diminta untuk mengikuti interaksi normal dengan bayi kemudian secara tiba-tiba merubah ekspresinya menjadi kaku dan diam. Setelah beberapa menit kemudian ibu berinteraksi secara normal kembali
(proses reuni). Dari proses tersebut didapatkan bahwa cara ibu melihat dan memandang bayinya berpengaruh terhadap respon bayi pada proses “still face” paradigm. Dan bayi dengan orang tua lebih responsive dan sensitive dapat lebih mampu menghibur dan menenangkan dirinya sendiri ketika proses reuni.
4.
Perujukan Sosial (Sosial Referencing)
Pada usia 9
bulan, bayi mulai bias menyendiri dan berperilaku kompleks. Pada masa ini
mereka mengalami peralihan perkembangan yang penting, dimana mereka mulai mampu
untuk berpartisipasi dalam komunikasi dengan orang lain tentang suatu kejadian eksternal. Pada masa ini mereka dapat
melibatkan diri dalam berbagai afektif, membiarkan orang lain mengerti tentang
kondisinya, serta bereaksi terhadap emosi yang ditunjukkan oleh orang lain.
Menurut Hertenstein dan Campos, perkembangan ini merupakan kunci penting dari
Sosial Referencing karena kemampuan dalam mendapatkan informasi emosional
sebagai pemandu perilaku mereka akan
terbentuk. Namun hal ini ditentang oleh Baldwin dan Moses sebab menurut mereka,
bisa saja bayi bukan mencari suatu
informasi melainkan mencari rasa nyaman dan perhatian dari oranglain.
Namun demikian,
setelah dilakukan penelitian lebih lanjut terbukti bahwa adanya proses Sosial
Referencing pada usia 1 tahun. Hal ini terlihat saat diberikannya mainan yang
bergoyang diikat dilangit-langit, bayi yang berusia 12-18 bulan bergerak
mendekat atau menjauh dari mainan tersebut tergantung dari perasaan bayi
(apakah ia merasa senang atau sebaliknya).
C. ISU PERKEMBANGAN
PADA MASA BALITA
Seiring
berjalannya waktu bayi akan berkembang semakin dewasa memasuki tahap anak-anak.
Pada masa ini terjadi banyak perkembangan yang terlihat dari keterampilan fisik
dan kognitif seperti berjalan dan berbicara. Selain itu, kemampuan sosial
seperti berinteraksi dengan oranglain juga akan semakin berkembang pada masa
ini.
Terdapat
tiga isu psikologis yang dihadapi oleh balita dan pengasuhnya pada masa ini,
seperti : Munculnya rasa diri (sense of self), pertumbuhan kemandirian, atau
determinasi diri (self determination), Dan sosialisasi, atau internasisasi dari
standar perilaku.
1.
Munculnya Sense of Self
Konsep
diri (self concept) merupakan gambaran utuh tentang kemampuan dan sifat kita.
Menurut Harter, konsep diri menggambarkan apa yang kita ketahui dan rasakan
tentang diri kita dan memandu tindakan kita.
Konsep
diri berkembang melalui pengalaman yang telah dialami. Bayi mulai menangkap
pola konsisten yang membentuk konsep dasar tentang dirinya dan orang lain. Hal
itu didapatkan bayi melalui pola pengasuhan yang ia dapatkan yang terbentuk
saat bayi tersebut merespon berbagai perlakuaan yang dia dapatkan. Dalam
pengorganisasian diri emosi yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan
terkait dengan pengalaman sensomotorik sangat berperan penting.
Diusia
antara 4-10 bulan, bayi mengalami sense of personal agency saat mereka belajar
meraih, menggenggam, dan membuat berbagai hal terjadi. Sense of personal agency
itu sendiri merupakan suatu kesadaran bahwa mereka dapat mengendalikan kejadian eksternal. Sense of personal agency
juga merupakan cikal bakal dari Teori Bandura yakni self efficacy yang
merupakan perasaan yang mampu mengusai tantangan dan mencapai tujuan. Pada masa
ini bayi mengembangkan koherensi diri, perasaan utuh secara fisik dengan
batasan dimana agen pelaku berada. Perkembangan ini terjadi dalam interaksi
dengan orang lain dalam permainan seperti cilukba, dimana bayi semakin paham
terhadap perbedaan antara diri dan orang lain
Pemunculan
rasa sadar tentang diri sebagai makhluk yang berdeda dari yang lain dan dapat
diidentifikasi melalui permulaan diskriminasi perseptual antara diri dan orang
lain. Diskriminasi perseptual dini ini mungkin merupakan fondasi dari konseptual
mawas diri yang berkembang antara usia 15-18 bulan. Pada saat ini bayi dapat
mengenali diri mereka sendiri melalui cara mereka dalam menunjukkan preferensi
untuk membandingkan diri mereka dengan anak lain maupun memperhatikan perubahan
sederhana yang terjadi pada mereka saat bercermin.
Pada usia 20-24 bulan, bayi mulai
dapat menggunakan kata ganti orang pertama (saya), hal ini merupakan salah satu
bentuk dari mawas diri. Antara usia 19-30 bulan, mereka mulai menggunakan
istilah deskriptif dan evaluatif terhadap diri mereka sendiri. Perkembangan
bahasa yang cepat memungkinkan anak berfikir dan berbicara tentang diri dan
memasukkan deskripsi verbal orangtua mereka.
2.
Perkembangan Otonomi
Erikson
menyatakan bahwa 18 bulan sampai 3 tahun merupakan tahap kedua dalam
personality atau kepribadian. Pembentukan perlawanan, rasa malu , dan ragu
dtandai dengan pergeseran dari kontrol eksternal untuk kontrol diri.
Pelatihan
toilet merupakan salah satu langkah penting membentuk otonomi dan kontrol diri.
Sebagai anak-anak, mereka ingin keinginan mereka didengarkan dan dimengerti.
Mereka menjadi lebih kuat karena kebebasan yang tiada batas yang sebenarnya
kurang baik bagi mereka.
Balita
membutuhkan orang dewasa untuk menetapkan batasan-batasan yang sesuai bagi
mereka. Rasa malu dan keraguan juga membantu mereka mengenali kebutuhan dari
batasan-batasan tersebut.
Di
USA , “terrible twos” merupakan sesuatu yang normal untuk membentuk diri.
Balita beranggapan bahwa mereka juga adalah individu. Mereka memiliki kontrol
atas kata-kata mereka dan memiliki kemampuan yang menarik. Mereka didorong
untuk mencoba ide mereka sendiri dan membuat keputusan mereka sendiri.
Pada masa ini
biasanya, mereka menunjukan diri dalam bentuk negativisme atau sifat
kenegatifan dan berusaha untuk menentang otoriter.
Hampir
semua anak AS menunjukan kenegatifan untuk beberapa derajat, biasanya dimulai
pada usia 2 tahun, cenderung memuncak pada usia 3,5 - 4 tahun dan menurun pada
usia 6 tahun. Ini adalah hal yang normal bagi pengasuh anak, untuk berjuang
demi kemerdekaan bukan sebagai keras kepala dan ini dapat membantu mereka
mengendalikan diri dan menghindari konflik yang berlebihan.
Sedangkan di
beberapa negara berkembang, transisi
dari bayi ke anak-anak relatif lebih halus dan harmonis.
3.
Perkembangan
Moral: Sosialisasi dan Internalisasi
Sosialisasi
merupakan proses dimana anak mengembangkan tingkah laku, skill, nilai dan motif
mereka agar lebih peduli dan menjadi bagian dari masyarakat yang produktif. Dan
Internalisasi adalah proses dimana
anak-anak menyetujui atau menerima standar-standar sosial kelakuan mereka. Sosialisasi bergantung pada Internalisasi dimana anak yang sudah
sukses berinteraksi tidak lagi mematuhi peraturan atau perintah untuk
mendapatkan imbalan atau menghindari hukuman. Mereka menjadikan standar sosial
sebagai standar mereka sendiri.
Developing
self-regulation ( mengembangkan aturan pribadi )
Adalah kontrol daripada tingkah
laku seseorang untuk merasa nyaman pada permintaan seorang pemberi perhatian
atau pengharapannya, bahkan ketika si pemberi perhatian tidak ada.
Contoh : Latica, 2 tahun. Ia
mencoba menyentuh saklar lampu. Ketika ia mendengar ayahnya berkata “Tidaak”,
bayi tersebut secara otomatis mengangkat tangannya menjauh dari saklar
tersebut. Beberapa hari kemudian, ia mencoba menyentuh saklar lampu kembali,
kemudian ada yang berkata “Tidak”. Dia menghentikan dirinya untuk melakukan
sesuatu yang dia ingat saat dia tidak diperbolhkan melkukan hal itu.
Self-regulation adalah dasar
daripada Sosialisasi, dan juga menghubungkan semua bidang psikologi
perkembangan.
Sebelum mereka bisa mengontrol
tingkah laku mereka, anak-anak mungkin membutuhkan agar bisa mengatur atau
mengontrol proses perhatian mereka
dan untuk mengatur emosi negatif mereka.
Origins
of Conscience
Dasar daripada hati nurani :
menjalankan memenuhi hati nurani memasukan kedua emosi yang tidak nyaman ketika
melekukan sesuatu yang salah dan kemamuan untuk menahan dari melakukan hal
tersebut. Anak-anak dituntut untuk menunjukkan Pemenuhan yang dijalani jika
mereka dengan sepenuh hati mengikuti aturan-aturan.
Faktor agar sukses di
Sosialisasi
Kasih sayang, keamanan dan sebuah
kehangatan, hubungan antara orang tua dan anak sepertinya membantu dalam
Pemenuhan yang dijalani dengan hati nurani. Dari tahun kedua anak sampai umur
sekolah.
Membangun konflik diatas
miskepribadian anak- konflik yang membelitkan perundingan, alasan dan resolusi-
dapat membantu anak mengembangkan pengertian moral dengan memungkinkan mereka
untuk melihat point-point lain dari pandangan mereka.
Diskusi emosi konflik pada situasi
“ Bagaimana perasaanmu jika . . . “, selalu memimpin perkembangan kata hati,
barangkali bisa meningkatkan perkembangan moral.
DAFTAR PUSTAKA
Dariyo,
Agoes. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga
Tahun Pertama. Jakarta : Refika Aditama.
Papalia,
Diane E. 2007. Human Development. New
York : McGraw-Hill.
Papalia,
Diane E. 2009. Perkembangan Manusia.
Jakarta : Salemba Humanika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar