A. Latar Belakang
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola,
ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori
gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian
kecil.
Istilah “Gestalt” mengacu pada sebuah objek/figur
yang utuh dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya.
Aliran Gestalt muncul di Jerman sebagai kritik
terhadap strukturalisme Wundt. Pandangan Gestalt menolak analisis dan
penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil karena dengan demikian,
makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga hilang.
- Kelompok Wuerzburg
Selain
kelompok Wundt, di Jerman berkembang lagi sebuah kelompok intelektual yang
ikatannya tidak sekuat kelompok Wundt, namun merasa tidak puas dengan pandangan
Wundt. Aliran ini menekankan bahwa aktivitas mental dapat diwujudkan dalam
kesadaran nonsensoris, merupakan awal pemikiran tentang higher mental
process. Mind
memiliki kategori-kategorinya sendiri, dan mampu membentuk organisasi mental,
tidak harus muncul dalam bentuk aktivitas sensoris. Bentuk nyata dari pengorganisasian
ini adalah pola-pola dari persepsi.
- Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan
ini memfokuskan pada observasi dan deskripsi detil dari gejala yang muncul,
tanpa perlu menjelaskan latar belakang gejala atau menyimpulkan sesuatu dari
gejala tersebut. Sehubungan dengan pandangan gestalt, pendekatan fenomenologis dari
Edmund Husserl (1859 – 1938) sangat berpengaruh, observasi dan deskripsi detil
mengenai aktivitas mental yang dirasakan individu.
B. Tokoh Gestalt
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max
Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung
mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
- Max Wertheimer (1880-1943)
Belajar
pada Kuelpe, seorang tokoh aliran Wuerzburg. Bersama-sama dengan Wolfgang
Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang
akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of
Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi
asisten di sana.
Konsep pentingnya : phi phenomenon (bergeraknya obyek
statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu
singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi).
Dengan konsep ini, Wertheimer menunjuk pada proses
interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak
dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi proses mental. Dengan pernyataan ini
ia menentang pendapat Wundt yang menunjuk pada proses fisik sebagai penjelasan
phi phenomenon.
·Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field
psychology dari Kurt Lewin. Lewin adalah salah seorang ahli yang sangat kuat
menganjurkan pemahaman tentang lapangan psikologis seseorang.
Lewin
lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi
thn 1914. Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan
Koehler dan mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat
Hitler berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika
Serikat. Ia menjadi professor di Cornell
University dan menjadi Director of the Research Center for Group Dynamics di
Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56
tahun.
Konsep
utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada
dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang
bermakna dan menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adalah
meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis
dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas
bagian-bagian memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah
hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan
(goal) disebut locomotion.
Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya
(forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan.
Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan
(tension). Perilaku individu akan segera tertuju untuk meredakan ketegangan ini
dan mengembalikan keseimbangan.
Apabila individu menghadapi suatu obyek, maka
bagaimana valensi dari nilai tersebut bagi si individu akan menentukan gerakan
individu. Pada umumnya individu akan mendekati obyek yang bervalensi positif
dan menjauhi obyek yang bervalensi negatif. Dalam usahanya mendekati obyek
bervalensi positif, sangat mungkin ada hambatan. Hambatan ini mungkin sekali
menjadi obyek yang bervalensi negatif bagi individu. Arah individu
mendekati/menjauhi tujuan disebut vektor. Vektor juga memiliki kekuatan dan
titik awal berangkat.
Dengan konsep vektor, daya, dan valensi ini Lewin
menjelaskan teorinya mengenai tiga jenis konflik (approach-approach,
approach-avoidance, dan avoidance-avoidance).
Aplikasi teori Lewin banyak dilakukan dalam konteks
dinamika kelompok. Dasar berpikirnya adalah kelompok dianalogikan dengan
individu. Maka perilaku kelompok menjadi fungsi dari lingkungan, dimana salah
satu faktornya adalah para anggota kelompok dan hubungan interpersonal mereka.
Apabila hubungan ini bervalensi negatif, maka perilaku anggota akan menjauhinya
dan dengan demikian tujuan kelompok semakin tidak tercapai. Sebaliknya,
hubungan yang baik akan membuat anggota saling mendekati sehingga memungkinkan
kerjasama yang lebih baik dalam mencapai tujuan kelompok.
Kritik untuk teori Lewin berfokus pada
konstruk-konstruknya yang dianggap hipotetis dan sulit dikongkritkan dalam
situasi eksperimental. Implikasinya adalah penjelasan Lewin sulit sampai pada
level explanatory dan sifatnya deskriptif.
C.
Prinsip dasar Gestalt
1.Interaksi antara individu dan
lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual field
memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure
and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan
manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna
yang dibentuk.
2.Prinsip-prinsip pengorganisasian:
oPrinciple of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling
berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang
sebagai satu bentuk tertentu.
oPrinciple of Similarity: bahwa unsur-unsur bidang pengamatan
yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure
atau bentuk tertentu.
oPrinciple of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental
set yang sudah terbentuk sebelumnya
oPrinciple of Continuity: Organisasi berdasarkan
kesinambungan pola
oPrinciple of Closure/ Principle of Good Form: bahwa orang
cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak
lengkap.
oPrinciple of Figure and Ground: yaitu menganggap bahwa setiap
bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warnadan sebagainya membedakan
figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, makaakan
terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure. Contoh: perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang
melodi.
oPrinciple of Isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks.
D.
Aplikasi prinsip Gestalt
Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.Pengalaman
tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
b.Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal
yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan
logis dengan proses kehidupannya.
c.Perilaku
bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.Prinsip
ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.
e.Transfer dalam
Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam
situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain
dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi
apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor.
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor.
Pandangan Gestalt cukup luas diakui di Jerman namun
tidak lama exist di Jerman karena mulai didesak oleh pengaruh kekuasaan Hitler
yang berwawasan sempit mengenai keilmuan. Para tokoh Gestalt banyak yang
melarikan diri ke AS dan berusaha mengembangkan idenya di sana. Namun hal ini
idak mudah dilakukan karena pada saat itu di AS didominasi oleh pandangan
behaviorisme. Akibatnya psikologi gestalt diakui sebagai sebuah aliran
psikologi namun pengaruhnya tidak sekuat behaviorisme.
Meskipun demikian, ada beberapa hal yang patut
dicatat sebagai implikasi dari aliran Gestalt.
Implikasi
Gestalt
·Pendekatan
fenomenologis menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan
pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat
mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak,
namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
·Pandangan
Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk
menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya
perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana
proses-proses mental seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi.
Tokoh: Tolman dan Koehler.
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan
(persepsi) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini.
Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap
proses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh
dikatakan tidak dapat di bantah.
Ketika para ahli Psikologi Gestalt beralih dari
masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat / sukses
dalam penelitian mengenai pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai
belajar. Karena asumsi bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku
pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami
proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses
pengamatan itu.
Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia. Pemahaman dan persepsi tentang hubungan-hubungan dalam kebulatan (entities) adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt ini terkenal juga sebagai teori medan (field) atau lazim disebut cognitive field theory.
Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni
suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memiliki kekayaan medan yang
memuat fenomena keseluruhan lebih dari pada bagian- bagiannya.
Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
1.Manusia
bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya secara
intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya
2.Belajar
adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3.Manusia
berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan
segala aspek-aspeknya.
4.Belajar
adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
5.Belajar
hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6.Tidak
mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi memberi dorongan
yang mengerakan seluruh organisme.
7.Belajar
akan berhasil kalau ada tujuan.
8.Belajar
merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang
diisi.
Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahkan masalah. Hal ini nampaknya juga relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaimana seseorang itu dapat memecahkan masalah menurut J. Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
1.Realisasi
adanya masalah. Jadi harus memahami apa masalahnya dan juga harus dapat
merumuskan
2.Mengajukan
hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
3.Mengumpulkan
data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
4.Menilai
dan mencoba usaha pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang
diperoleh.
5.Mengambil
kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal
itu.
Teori medan ini mengibaratkan pengalaman manusia sebagai lagu atau melodi yang lebih daripada kumpulan not, demikian pula pengalaman manusia tidak dapat dipersepsi sebagai sesuatu yang terisolasi dari lingkungannya. Dengan kata lain berbeda dengan teori asosiasi maka toeri medan ini melihat makna dari suatu fenomena yang relatif terhadap lingkungannya. Sesuatu dipersepsi sebagai pendek jika objek lain lebih panjang. Warna abu-abu akan terlihat lebih cerah pada bidang berlatar belakang hitam pekat. Warna abu-abu akan terlihat biru pada latar berwarna kuning.
Belajar melibatkan proses mengorganisasikan pengalaman-pengalaman
kedalam pola-pola yang sistematis dan bermakna. Belajar bukan merupakan
penjumalahan (aditif), sebaliknya belajar mulai dengan mempersepsi keseluruhan,
lambat laun terjadi proses diferensiasi, yakni menangkapbagian bagian dan
detail suatu objek pengalaman. Dengan memahami bagian / detail, maka persepsi
awalakan keseluruhan objek yang semula masih agak kabur menjadi semakin jelas.
Belajar menurut paham ini merupakan bagian dari masalah yang lebih besar yakni
mengorganisasikan persepsi kedalam suatu struktur yang lebih kompleks yang
makin menambah pemahaman akan medan. Medan diartikan sebagai keseluruhan dunia
yang bersifat psikologis. Seseorang beraksi terhadap lingkungan sesuai dengan
persepsinya terhadap lingkungan pada saat tersebut. Manusia mempersepsi
lingkungan secara selektif, tidak semua objek masuk kedalam fokus persepsi
individu, sebagian berfungsi hanya sebagai latar.
Tekanan ke-2 pada psikologi medan ini adalah sifat bertujuan dari prilaku manusia. Individu menetapkan tujuan berdasarkan tilikan (insight) terhadap situasi yang dihadapinya. Perilakunya akan dinilai cerdas atau dungu tergantung kepada pandai atau tidaknya pemahamannya akan situasi.
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok, yaitu hukum Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu,yaitu hukum – hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas.
http://tiennymakrus.blog.friendster.com/2009/03/sosiolinguistik-dalam-pengajaran-bahasa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar